Monday, April 30, 2007

IIUM International Conference on Banking and Finance (IICiBF) 2007 Summary (Crowne Plaza Hotel, Kualalumpur, 23 - 25 April 2007)

Konferensi internasional tentang perbankan dan keuangan syariah di Kualalumpur pada 23 s.d. 25 April 2007 yang diselenggarakan oleh International Islamic University Malaysia di Crowne Plaza Hotel menjadi ajang kritik dan komunikasi antara dunia akademisi dan praktisi. Dibuka oleh menteri pendidikan tinggi Malaysia dan dilanjutkan dengan ceramah singkat dari Prof Rifaat Karim, presiden IFSB, yang memberikan gambaran bahwa perbankan dan keuangan syariah telah menjadi sebuah industri yang berkembang dengan pesat saat ini. Perkembangan tersebut disisi lain kurang diimbangi oleh perkembangan standar yang ada, oleh karena itu diperlukan perumusan-perumusan standar yang mengatur berbagai transaksi yang semakin berkembang dalam industri perbankan dan keuangan syariah. Standar-standar tersebut diperlukan untuk menjaga agar seluruh transaksi yang terjadi tetap berada dalam prinsip-prinsip dan aturan syariah. Sehingga diperlukan komunikasi antara dunia akademisi dan dunia praktisi untuk merumuskan standar-standar tersebut.

Pada sesi I di awal seminar dilanjutkan dengan diskusi panel antara Rodney Wilson dan Memed Assutay tentang peran sosial bank syariah. Kedua pembicara menyoroti atas kegagalan bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya untuk membangun masyarakat. Terbukti banyak masyarakat muslim yang tidak mampu (not bankable) tidak bisa mengakses sumber modal dari bank syariah. Bank syariah dan lembaga keuangan syariah saat ini mulai dijangkiti penyakit "global capitalism" yang mengedepankan profit dan efesiensi. Salah satu cara adalah mentransformasi nilai-nilai bank Islam sebagai social banking dan mengoptimalkan fungsi microfinance.

Pada sesi berikutnya dilakukan diskusi tentang research dalam bidang syariah. Yaitu bagaimana peran para ahli syariah dalam melakukan R & D atas produk-produk bank dan lembaga keuangan syariah. Kendala besar yang dialami oleh para ahli syariah tersebut adalah keterbatasan mereka dalam memahami transaksi-transaksi bisnis sehingga kadangkala hasil research mereka kurang sesuai dengan kebutuhan pasar. Di sisi lain ada kritik besar bahwa para ahli syariah dalam merancang produk terlalu mengedepankan kepentingan pasar sehingga al-maqosid syariah tidak bisa diimplementasikan secara efektif.

Hari kedua merupakan sesi pemaparan makalah dari berbagai pemakalah yang diterima papernya. Issue yang menonjol selama sesi tersebut adalah issue syariah dalam bank syariah dan lembaga keuangan syariah. Ada kritik besar bahwa saat ini ada kecenderungan bank syariah dan lembaga keuangan syariah tidak sesuai dengan prinsip dan aturan syariah, bahkan fungsi-fungsi sosial bank syariah dalam membangun kemandirian ekonomi ummat terabaikan.

Hari ketiga ditutup dengan diskusi panel dengan para praktisi yang diwakili oleh direktur Bank Muamalat Malaysia. Para akademisi saat itu banyak memberikan kritikan bahwa para bankir lebih cenderung memikirkan profitabilitas, efesiensi, dan kemauan pasar. Sehingga penelitian-penelitian yang dibiayai oleh bank lebih cenderung yang sesuai dengan keinginan pasar dan mendukung profitabilitas bank, sehingga mendorong para bankir untuk menyimpang dari prinsip dan filosofi syariah.

Konferensi tersebut bisa menjadi cermin bagi perbankan syariah di Indonesia. Kita evaluasi sejauh mana peran nyata bank syariah di Indonesia dalam menciptakan kemadirian ekonomi ummat. Jangan sampai bank syariah menjadi alat untuk memperkaya orang-orang kaya sehingga tak ada bedanya dengan bank konvensional. Dari sekian puluh juta pembiayaan yang disalurkan berapa persen untuk kaum muslim yang lemah dalam modal. Atau membanjirnya dana likuiditas bank syariah di Indonesia saat ini memang menunjukkan kegagalan fungsi sosial bank syariah dalam membangun kemandirian dan ketangguhan ekonomi ummat Islam. Satu sisi bank syariah di Indonesia saat ini bingung karena kelebihan dana likuiditas, tetapi di sisi lain banyak orang Islam yang bingung mencari sumber permodalan untuk menghidupi usahanya. Ironis memang, tetapi itu bisa menjadi sebuah tanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem perbankan syariah kita. Satu PR besar buat kita adalah bagaimana menolong dan memberikan akses modal bagi ummat Islam yang sebagaian besar adalah not bankable. Microfinance dan pemberdayaan wakaf tunai bisa menjadi suatu alternatif untuk mengganti hilangnya fungsi sosial dari bank syariah saat ini.