Monday, June 14, 2010

SAMAKAH BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL ?

Bank syariah hadir di masyarakat Indonesia pertama kali tahun 1990-an, dan berkembang pesat sejak tahun 2000-an, jadi sudah hampir 20 tahun bank syariah melayani masyarakat Indonesia. Selama dua puluh tahun bank syariah melayani tersebut ternyata masih belum mampu mengubah presepsi dan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah, sebagian besar presepsi masyarakat sekarang adalah bank syariah sama dengan bank konvensional. Banyak orang yang mengatakan bahwa bank syariah hanya beda nama, beda istilah transaksi, dan beda pakaian seragam karyawannya dengan bank konvensional. Apa benar demikian ?
Presepsi bahwa bank syariah sama dengan bank konvensional itu disebabkan karena belum ada perubahan paradigma dan perilaku, baik dari masyarakat sebagai konsumen maupun manajemen bank syariah itu sendiri, pada saat melakukan transaksi di bank syariah. Perilaku dan paradigma kita saat berhubungan dengan bank syariah berbeda dengan perilaku dan paradigma kita ketika berhubungan dengan bank konvensional, karena, pertama: dalam bank syariah tidak ada istilah pinjam meminjam uang. Selama ini jika orang pergi ke bank identik dengan aktivitas pinjam meminjam uang, hal tersebut wajar karena bisnis utama bank konvensional adalah mencari keuntungan dari aktivitas pinjam meminjam uang, sedangkan dalam bank syariah tidak diperkenankan mencari keuntungan dari aktivitas pinjam meminjam uang karena hal tersebut termasuk dalam katagori riba. Aktivitas bisnis bank syariah adalah jual beli, sewa menyewa, dan bagi hasil (partnership). Misalkan anda melakukan transaksi KPR rumah di bank konvensional, maka paradigmanya adalah anda sebagai nasabah yang meminjam uang kepada bank untuk beli rumah, sedangkan jika anda melakukan transaksi KPR rumah di bank syariah maka paradigmanya adalah anda sebagai nasabah yang melakukan transaksi pembelian rumah dengan bank, jika KPR di bank konvensional, anda pulang membawa uang, maka KPR di bank syariah anda pulang membawa rumah, jika KPR di bank konvensional, angsuran per bulan yang anda bayar adalah angsuran atas hutang pinjaman uang anda ke bank, tetapi jika KPR di bank syariah, angsuran per bulan yang anda bayar adalah angsuran atas hutang pembelian rumah ke bank. Sekilas nampak sama tetapi sesungguhnya berbeda, KPR di bank konvensional adalah transaksi jual beli rumah antara anda dengan developer sedangkan pihak bank sebagai pemberi pinjaman uang ke anda sebagai nasabah, sedangkan jika KPR di bank syariah maka transaksi jual beli rumah adalah antara anda dengan bank, sedangkan developer hanya sebagai pihak supplier dari bank syariah. Jadi saat anda datang dan bertransaksi di bank syariah maka pilihannya adalah anda mau beli apa, anda mau sewa apa, dan anda mau berbagi hasil atas usaha apa, bukan anda mau pinjam uang berapa, seperti ketika di bank konvensional. Kedua, dalam bank syariah tidak ada istilah bunga atas pokok pinjaman, yang ada adalah berapa harga jualnya, berapa harga sewanya, dan berapa proporsi bagi hasil keuntungan usaha. Setiap kali orang bertransaksi ke bank selalu bertanya berapa rate bunganya, hal tersebut wajar karena aktivitas bisnis bank identik dengan aktivitas pinjam meminjam uang. Sedangkan di bank syariah tidak ada aktivitas bisnis dalam pinjam meminjam uang, karena aktivitas bisnisnya adalah jual beli barang, sewa menyewa barang atau jasa, dan bagi hasil atas keuntungan usaha. Dan kita semua tahu bahwa keuntungan jual beli, keuntungan sewa, dan proporsi bagi hasil keuntungan usaha berbeda dengan prosentase bunga atas pokok pinjaman, beda dari sisi konsep maupun teknik perhitungannya. Ketiga, ketika kita menyimpan dana di bank syariah, utamanya dalam bentuk deposito, maka sesungguhnya kita melakukan kemitraan usaha dengan bank syariah, karena kita akan mendapatkan bagi hasil atas keuntungan usaha dari pengelolaan dana yang dilakukan oleh bank, bank syariah sebagai pengelola dana dan nasabah sebagai pemilik dana. Sehingga besarnya tingkat keuntungan yang kita peroleh sebagai pemilik dana sangat tergantung pada tingkat hasil usaha yang diperoleh bank dari pengelolaan dana milik nasabah. Berbeda ketika kita menyimpan dana di bank konvensional maka sesungguhnya kita melakukan aktivitas pinjam meminjam uang dengan tambahan atas pokoknya (riba). Ketika nasabah menyimpan dananya di bank konvensional maka sesungguhnya nasabah meminjamkan uang/dananya kepada bank, dan mendapatkan tambahan dengan prosentase tertentu dari pokok dana yang dipinjamkan kepada bank tersebut. Sehingga dalam bank konvensional yang terjadi adalah proses hubungan saling mencari keuntungan dari aktivitas pinjam meminjam uang bukan hubungan kemitraan seperti di bank syariah.
Tiga perilaku dan paradigma itulah yang sering kali menyebabkan kita terjebak dalam presepsi bahwa bank syariah sama dengan bank konvensional. Pada saat kita bertransaksi dengan bank syariah maka seyogyanya kita tanggalkan dulu perilaku dan paradigma kita ketika bertransaksi dan berhubungan dengan bank konvensional. Seringkali kita sebagai nasabah pada saat bertransaksi dengan bank syariah, perilaku dan paradigma bank konvensional masih melekat dalam diri kita, begitu juga manajemen bank syariah, terkadang tanpa sadar masih sering menggunakan perilaku dan paradigma bank konvensional dalam memasarkan produk dan jasa bank syariah. Maka tugas kita semua, siapa pun saja, pada saat bertransaksi dan berhubungan dengan bank syariah serta bekerja di bank syariah harus mulai menanggalkan semua perilaku dan paradigma bank konvensional dalam diri kita, agar jelas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, karena yang menjadikan bank syariah sama dengan bank konvensional adalah perilaku dan paradigma kita dalam bertransaksi masih menggunakan perilaku dan paradigma bank konvensional, bukan sistem bank syariah itu sendiri.