Tuesday, January 29, 2013

MENYINGKAP SHARI’A COMPLIANCE BANK SYARIAH DARI LAPORAN KEUANGAN

Kepatuhan syariah (shari’a compliance) saat ini menjadi isu penting bagi stakeholders bank syariah di Indonesia. Banyak kritikan tajam dari masyarakat tentang kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah, bahwa bank syariah di Indonesia saat ini kurang sesuai syariah. Kondisi tersebut boleh jadi sebagai dampak positif dari semakin masifnya sosialisasi tentang perbankan syariah ke masyarakat sehingga masyarakat mulai sadar dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang perbankan syariah. Kritikan tajam mulai muncul ketika masyarakat merasa bahwa terjadi perbedaan antara teori dan praktek. Laporan atau opini Dewan Pengawas Syariah yang selalu dilampirkan dalam laporan keuangan bank syariah seakan-akan belum mampu menjawab kritikan dan rasa penasaran masyarakat tentang sejauh mana praktek perbankan syariah di Indonesia saat ini apakah telah sesuai syariah ? Sehingga informasi tentang kepatuhan syariah (shari’a compliance) seakan-akan menjadi misteri bagi masyarakat yang menyebabkan semakin runcing perdebatan tentang aspek kepatuhan syariah di bank syariah saat ini. Apalagi saat ini masing-masing pihak yang berdebat memiliki dasar hukum sendiri-sendiri, sehingga semakin menjadikan aspek kepatuhan syariah menjadi misteri besar bagi masyarakat, seakan-akan hanya manajemen bank syariah dan Dewan Pengawas Syariah serta Bank Indonesia semata saja yang bisa mengetahui tingkat kepatuhan syariah di bank syariah. Menyingkap Misteri Jika kita perhatikan lebih jeli, maka masyarakat umum para stakeholders bank syariah di Indonesia bisa mengetahui dan mengukur serta menilai sejauh mana operasional bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yaitu melalui laporan keuangan bank syariah yang senantiasa dipublikasikan secara periodik. Sesuai dengan tujuan penyusunan laporan keuangan syariah yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah paragraf 30 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan syariah adalah meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha entitas syariah. Sehingga PSAK Syariah yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan salah satu alat untuk mengukur dan memastikan serta menilai apakah operasional bisnis dan transaksi bank syariah di Indonesia sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. PSAK Syariah telah mengidentifikasi ada 12 ciri/karakteristik transaksi syariah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah paragraf 27 yang harus tercermin dalam laporan keuangan syariah di bank syariah sebagai entitas syariah. Dari keduabelas ciri tersebut paling tidak ada ada tiga ciri yang bisa dianalisis langsung dalam laporan keuangan syariah oleh masyarakat yaitu tidak mengandung unsur riba, tidak mengandung unsur gharar, tidak mengandung unsur haram, dan tidak menganut prinsip nilai waktu uang (time value of money). Laporan keuangan yang bisa digunakan untuk menganalisis kepatuhan syariah suatu bank syariah antara lain: 1. Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan akan memberikan informasi yang detail tentang kebijakan akuntansi yang digunakan serta situasi dan kondisi yang terjadi dalam bank syariah yang bersangkutan serta kebijakan alokasi dan penggunaan dana yang dijalankan oleh bank syariah. Sehingga berdasarkan catatan atas laporan keuangan akan dapat diperoleh gambaran bagaimana manajemen bank syariah mengoperasikan bisnisnya. 2. Laporan laba rugi Prinsip penyusunan dan penyajian laporan laba rugi bank syariah berbeda dengan laporan laba rugi bank konvensional dalam pengukuran pendapatan dan penghitungan labanya. Laporan laba rugi bisa diidentifikasi apakah pendapatan yang dibagi hasilkan dan diperoleh oleh bank syariah bukan berasal dari riba dan pendapatan yang haram. Perhitungan tentang bagi hasil kepada pihak nasabah deposan pun bisa dilihat dari laporan laba rugi yang disusun oleh bank syariah 3. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan Kedua laporan tersebut sangat penting untuk mengukur bagaimana pengelolaan dana zakat dan pengelolaan dana-dana non halal yang diperoleh bank syariah selama proses operasional bisnisnya berlangsung. Bahkan dalam PSAK Syariah disebutkan bahwa jika entitas/bank syariah tidak melaksanakan pengumpulan dana zakat dan dana kebajikan maka tetap diwajibkan untuk menyajikan kedua laporan tersebut. Kedua laporan tersebut penting terutama laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan yang digunakan untuk menampung pendapatan-pendapatan non halal yang diterima oleh bank syariah dan tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank syariah. 4. Laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil Laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil merupakan konsekwensi yang harus diungkapkan oleh bank syariah sebagai proses konversi pendapatan accrual ke pendapatan cash basis. Pendapatan yang dibagi hasilkan ke nasabah deposan harus merupakan pendapatan cash basis untuk menghindari unsur gharar dalam transaksinya. Menakar Kepatuhan Syariah Untuk mengidentifikasi ada tidaknya bunga dan pendapatan haram lainnya maka bisa dianalisis sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syariah. Sumber pendapatan yang harus diperhatikan adalah sumber pendapatan bunga yang berasal dari penempatan dana bank syariah di bank konvensional. Berdasarkan PSAK Syariah maka pendapatan bunga dan denda tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank syariah, tetapi harus diakui sebagai pendapatan dana kebajikan. Berdasarkan penelitian penulis dari bank umum syariah yang ada saat ini masih ada salah satu bank syariah yang mengakui adanya pendapatan bunga dari penempatan dananya dibank konvensional sebagai pendapatan utama, bahkan termasuk komponen yang dibagi hasilkan kepada nasabah deposan. Atas kejadian tersebut belum ada pengungkapan informasi dari Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia mengapa hal tersebut masih dikatakan sesuai syariah dalam opini DPS bank syariah yang bersangkutan yang dilampirkan dalam publikasi laporan keuangan. Identifikasi apakah dalam bank syariah terdapat unsur time value of money dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan tentang metode akuntansi yang digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Berdasarkan PSAK Syariah 102 tentang akuntansi murabahah paragraph 23 samapai dengan 25 menyebutkan bahwa pengakuan pendapatan margin murabahah yang diperkenankan adalah secara proporsional. Berdasarkan penelitian penulis, saat ini masih banyak bank syariah yang menggunakan metode anuitas dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Metode anuitas akan menguntungkan bagi bank syariah karena margin murabahah diakui diawal lebih besar dan akan menurun terus sampai pada angsuran terakhir. Sehingga jika metode anuitas masih digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah maka bank syariah masih memegang prinsip-prinsip time value of money. Ada atau tidaknya unsur gharar dalam bank syariah bisa diukur dan dianalisis dari laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil. Pendapatan yang dibagihasilkan oleh bank syariah harus bersifat cash basis tidak boleh pendapatan accrual. Ada beberapa bank yang tidak menyajikan laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil sehingga tidak bisa diketahui apakah pendapatan yang dibagihasilkan ke nasabah deposan adalah yang riil ataukah masih accrual. Teknik kedua adalah dengan melihat pengukuran pendapatan yang dibagi hasilkan apakah menggunakan metode revenue sharing atau gross profit sharing ? Jika bank syariah masih menggunakan revenue sharing maka masih ada unsur kedzaliman. Berdasarkan fatwa DSN No.15 Tahun 2000 sistem distribusi bagi hasil yang diperbolehkan adalah gross profit sharing atau profit loss sharing. Teknik selanjutnya dalam menganalisis kepatuhan syariah di bank syariah adalah dengan melihat apakah bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Jika bank syariah tidak menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan maka perlu dipertanyakan tentang pengelolaan dana-dana non halal dalam bank syariah tersebut. Begitu juga masyarakat dapat menilai bagaimana pengelolaan dana zakat oleh bank syariah, terutama dalam aspek penyaluran dana zakat apa sesuai dengan syariah atau tidak. Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dana zakat adalah dana zakat tidak boleh disalurkan atau digunakan untuk melakukan penghapusan piutang pembiayaan nasabah bank syariah dengan alasan masuk dalam asnaf gharimin. Full Disclosure Jika kita perhatikan lebih detail, dalam praktek seringkali opini DPS bank syariah dibandingkan dengan kebijakan akuntansi serta metode akuntansi yang digunakan seringkali tidak sinkron. Ada kebijakan dan metode akuntansi yang digunakan oleh bank syariah tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tetapi opini DPS menyatakan bahwa keseluruhan operasi dan produk bank syariah telah sesuai syariah tanpa ada penjelasan lebih lanjut dan detail. Seperti dalam kasus ada bank syariah yang dalam laporan keuangannya mengakui pendapatan bunga dari penempatan dana bank syariah di bank konvensional diakui sebagai pendapatan bank syariah, bahkan masuk dalam pendapatan yang didistribusikan ke nasabah deposan, tetapi dalam opini DPS bank syariah yang bersangkutan menyatakan keseluruhan operasional dan produknya telah sesuai syariah, dan tidak diungkapkan kenapa kebijakan tersebut dibenarkan oleh DPS bank syariah yang bersangkutan. Oleh karena itu dimasa yang akan datang perlu pengungkapan secara penuh informasi kepatuhan syariah dari laporan/opini DPS bank syariah. Jika kita melihat dan membaca laporan/opini DPS bank syariah masih bersifat global dan kurang menyajikan informasi yang detail. Untuk meningkatkan kualitas laporan/opini DPS bank syariah perlu disusun laporan/opini DPS bank syariah dengan menggunakan konsep pengungkapan secara penuh (full disclosure principles) sehingga kepatuhan syariah bukan lagi menjadi misteri bagi masyarakat atau stakeholders bank syariah. (Terbit dalam Majalah Sharing, Edisi Januari 2013)