Wednesday, March 12, 2008

DPS DAN PENGAWASAN INTERNAL SYARIAH PADA BANK SYARIAH

A. PENDAHULUAN

Aspek kesesuaian dengan syariah (shari’a compliance) merupakan aspek utama dan mendasar yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional. Hasil penelitian Bank Indonesia bersama beberapa lembaga penelitian perguruan tinggi negeri di Pulau Jawa tentang potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di Pulau Jawa pada tahun 2000, menunjukkan bahwa salah satu alasan utama masyarakat memilih bank syariah adalah kehalalan produk dan jasa serta sistem bank syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hasil penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa salah satu alasan utama nasabah bank syariah berhenti menjadi nasabah karena keraguan akan konsistensi bank syariah dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah. Untuk memastikan bahwa operasional bank syariah telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka bank syariah harus memiliki institusi internal independen yang khusus dalam pengawasan kepatuhan syariah yaitu dewan pengawas syariah (DPS).
Dewan pengawas syariah merupakan institusi independen dalam bank syariah yang fungsi utamanya adalah melakukan pengawasan kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah. Tugas dan fungsi serta keberadaan dewan pengawas syariah dalam bank syariah memiliki landasan hukum baik dari sisi fiqih maupun undang – undang perbankan di Indonesia. Dewan pengawas syariah merupakan istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi pengawasan internal syariah di bank syariah, karena di luar negeri DPS disebut juga sebagai shari'a supersory board (SSB), atau shari'a committee, atau shari'a council, dan sebagainya. Jumlah keanggotannya pun berbeda – beda untuk setiap negara meskipun secara fungsi dan tugasnya sama.
Pengertian DPS oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) No. 1 paragraf 2 menyatakan bahwa :
“A shari’a supervisory board is an independent body of specialised jurists in fiqih mua’amalat (Islamic commercial jurisprudence). However, the Shari’a supervisory board may include a member other than those specialised in fiqih mua’amalat, but who should be an expert in the field of Islamic Financial institutions and with knowledge of fiqih mua’amalat…”

Pengertian DPS menurut Arifin (2005:106) adalah badan independen yang ditempatkan oleh dewan syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. Sedangkan pengertian DPS menurut Peraturan Bank Indonesia No. 06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dalam pasal 1 ayat 10 menyatakan dewan pengawas syariah merupakan dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut di atas maka DPS merupakan badan independen internal yang berfungsi untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan aturan dan prinsip – prinsip syariah dalam keseluruhan aspek operasional bank syariah.
Dewan Pengawas Syariah memiliki nilai peranan penting bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Ada tiga alasan penting DPS mempunyai peran penting dalam bank syariah antara lain :
1. menentukan tingkat kredibilitas bank syariah
2. unsur utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan syariah (shari'a compliance assurance)
3. salah satu pilar utama dalam pelaksanaan good corporate governance (GCG) bank syariah
Sehingga peran dan fungsi DPS dalam bank syariah harus dipertahankan keberadaannya, diperkuat kedudukannya, dan dioptimalkan fungsi serta perannya dalam pengawasan syariah untuk menciptakan perbankan syariah Indonesia yang sehat, efesien, dan sesuai dengan prinsip serta aturan syariah.

B. TUGAS DAN FUNGSI DPS

Di Indonesia anggota DPS diajukan oleh manajemen bank syariah ke Bank Indonesia untuk memperoleh persetujuan Bank Indonesia, kemudian akan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Jumlah anggota DPS berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 adalah minimal 2 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang, sedangkan berdasarkan AAOIFI dalam GSIFI No. 1 keanggotaan DPS minimal 3 orang.
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions menjelaskan dalam GSIFI No.1 bahwa anggota DPS harus ditunjuk dalam RUPS tahunan bank syariah berdasarkan rekomendasi dari dewan direksi sebagai bahan pertimbangan bagi RUPS untuk menetapkan dan mensyahkan anggota DPS, serta RUPS juga memiliki kekuasan untuk memberhentikan anggota DPS berdasarkan rekomendasi dari dewan direksi. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) juga mempunyai kekuasan untuk menetapkan gaji bagi anggota DPS.
Dewan Pengawas Syariah sebagai lembaga internal pengawas syariah independen harus beranggotakan ahli syariah yang memiliki pengetahuan tentang hukum dagang positif dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Menurut AAOIFI dalam GSIFI No. 1 bahwa anggota DPS merupakan orang yang ahli dalam fiqih muamalah dan memiliki pemahaman dalam bidang lembaga keuangan syariah. Untuk menjaga independensi DPS maka anggota DPS harus bukan staff bank, ditunjuk oleh RUPS, dan memiliki sistem kerja serta tugas-tugas tertentu sebagaimana badan pengawas lainnya.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan pengawas syariah adalah :
a. memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN
b. menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank
c. memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank
d. mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN
e. menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Sedangkan menurut Arifin (2005:107) ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh DPS antara lain :
1. sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah
2. sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN
3. sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank syariah. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution menjelaskan dalam GSIFI No. 1 paragraf 2 bahwa tugas dari DPS adalah mengarahkan, menilai, dan mengawasi seluruh aktivitas institusi keuangan Islam untuk memastikan aktivitasnya sesuai prinsip dan aturan syariah
“...directing, reviewing and supervising the activities of Islamic Financial Institution in order to ensure that they are in compliance with Islamic Shari’a Rules and Principles…”

Jadi secara umum tugas dan fungsi dari dewan pengawas syariah dalam bank syariah adalah melakukan pengawasan dan pengarahan atas aktivitas bank syariah agar sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yang ditetapkan dalam fatwa-fatwa DSN, serta melaporkan hasil pengawasannya kepada Dewan Syariah Nasional.
Dewan pengawas syariah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya akan dibantu oleh internal shari’a review yang dilakukan oleh internal auditor untuk menilai kepatuhan bank syariah atas prinsip-prinsip dan aturan syariah (Asri dan Fahmi, 2003). Dewan pengawas syariah akan memberikan arahan dan perintah-perintah kepada internal auditor untuk melaksanakan internal shari’a reiew, dan melaporkan hasil penilaian dan pengujiannnya kepada dewan pengawas syariah. Dalam hal ini internal auditor berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara DPS dan manajemen dalam melakukan kontrol atas seluruh aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah.

C. DPS DAN SHARI'A COMPLIANCE ASSURANCE

Makna kepatuhan syariah dalam bank syariah secara konsep sesungguhnya adalah penerapan prinsip – prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait (Arifin, 2005:2) secara konsisten, dan menjadikan syariah sebagai kerangka kerja bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumberdaya, manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi kekayaan (Bahrain Monetary Agency, 2002:14). Kepatuhan syariah dalam operasional bank seharusnya meliputi produk, sistem, teknik, dan identitas perusahaan bukan hanya produk saja (Hakim, 2002). Karena syariah memberikan arahan bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumberdaya, manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi kekayaan (Bahrain Monetary Agency, 2002:14). Oleh karena itu budaya perusahaan, yang meliputi pakaian, dekorasi, dan imej perusahaan, juga merupakan salah satu aspek kepatuhan syariah dalam bank syariah yang bertujuan untuk menciptakan suatu moralitas dan spiritualitas kolektif yang apabila digabungkan dengan produksi barang dan jasa akan menopang kemajuan dan pertumbuhan jalan hidup yang Islami (Alqaoud dan Levis, 2003:238).
Sedangkan makna kepatuhan syariah secara operasional (praktis) adalah kepatuhan kepada fatwa DSN karena fatwa DSN merupakan perwujudan prinsip dan aturan syariah yang harus ditaati dalam perbankan syariah di Indonesia. Sehingga segala fatwa yang dikeluarkan oleh DSN menjadi acuan kerja bagi DPS yang memiliki daya laku dan daya ikat yang kuat dalam penerapan prinsip dan aturan syariah di bank syariah (Prasetyo, 2005:59). Bank Indonesia sebagai pemegang kebijakan perbankan di Indonesia telah menjadikan fatwa DSN sebagai hukum positif bagi perbankan syariah artinya fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia yang mengatur aspek syariah bagi perbankan syariah di Indonesia. Tujuan formalisasi fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia dalam aspek kepatuhan syariah adalah untuk menciptakan keseragaman norma – norma dalam aspek syariah untuk keseluruhan produk bank (Bank Indonesia, 2006:2), oleh karena itu standar utama kepatuhan syariah bagi DPS dalam tataran praktis adalah fatwa DSN yang bersifat mengikat bagi DPS di setiap bank syariah dan menjadi dasar tindakan hukum bagi pihak – pihak terkait (Arifin, 2005:107).
Jaminan kepatuhan syariah (shari’a compliance assurance) atas keseluruhan aktivitas bank syariah merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah dan masyarakat (Ilyas, 2004). Ada beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran secara kualitatif untuk menilai kepatuhan syariah dalam bank syariah antara lain :
1. Akad atau kontrak yang digunakan untuk pengumpulan dan penyaluran dana sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah yang berlaku
2. Dana zakat dihitung dan dibayar serta dikelola sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah
3. Seluruh transaksi dan aktivitas ekonomi dilaporkan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi syariah yang berlaku
4. Lingkungan kerja dan corporate culture sesuai dengan syariah
5. Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan syariah
6. Terdapat dewan pengawas syariah sebagai pengarah syariah atas keseluruhan aktivitas operasional bank syariah
7. Sumber dana berasal dari sumber dana yang sah dan halal menurut syariah
Indikator – indikator tersebut di atas merupakan prinsip – prinsip umum yang menjadi acuan umum bagi manajemen bank syariah dalam mengoperasikan bank syariah. Kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah dinilai berdasarkan indikator – indikator tersebut di atas, yaitu apakah operasional bank telah dilaksanakan sesuai dengan indikator umum kepatuhan syariah tersebut.
Prof. Rifaat Karim, Sekertaris Jendral IFSB, menyebutkan ada tiga model pengawasan syariah oleh DPS yang diwujudkan dalam bentuk organisasi DPS yaitu :
a. model penasihat, yaitu : menjadikan pakar-pakar syariah sebagai penasiha semata dan kedudukannya dalam organisasi adalah sebagai tenaga part time yang datang ke kantor jika diperlukan
b. model pengawasan, yaitu : adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh beberapa pakar syariah terhadap bank syariah dengan secara rutin mendiskusikan masalah-masalah syariah dengan para pengambil keputusan operasional maupun keuangan organisasi
c. model departemen syariah, yaitu : model pengawasan syariah yang dilakukan oleh departemen syariah. Dengan model ini para ahli syariah bertugas full time, didukung oleh staf teknis yang membantu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan oleh ahli syariah departemen tersebut.
Selain ketiga model di atas, ada model variasi atas model departemen syariah (Yaya, 2004) yaitu dengan memperluas tugas dan ruang lingkup departemen internal audit dengan memasukan aspek syariah. Departemen internal audit bank syariah akan menjadi fungsi pendukung DPS dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan syariah. Sehingga departemen internal audit akan bekerja berdasarkan panduan DPS untuk hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah dan melaporkan temuan-temuannya dalam aspek syariah kepada DPS.

D. AKTIVITAS DPS DALAM PENGAWASAN INTERNAL SYARIAH

Aktivitas dewan pengawas syariah dalam melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston dan Ashker yang dikutip oleh Yaya (2004), ada tiga yaitu : ex ante auditing, ex post auditing, dan perhitungan dan pembayaran zakat. Ex ante auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan yang diambil dengan cara melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen, dan melakukan review terhadap seluruh jenis kontrak yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua pihak. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar prinsip-prinsip syariah. Ex post auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Perhitungan dan pembayaran zakat merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah.
Shari'a review merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah. Tujuan utama shari'a review adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yaitu dengan mengeluarkan fatwa – fatwa, aturan – aturan, dan arahan – arahan dalam masalah fiqih yang digunakan pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2 paragraf 1). Pengertian tentang shari’a review berdasarkan GSIFI No. 2 paragraf 3 adalah :
“Shari’a review is an examination of the extent of IFI’s compliance, in all its activities, with sharia. This examination includes contracts, agreements, policies, products, transactions, memorandum and articles of association, financial statements, reports (espicially internal audit and central bank inspection) circulars etc.
Shari’a review merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah, sehingga dewan pengawas syariah harus memiliki akses yang lengkap dan bebas atas semua dokumen transaksi dan semua informasi yang berasal dari berbagai sumber baik itu saran dari para ahli maupun dari karyawan bank sendiri. Tujuan dari shari’a review adalah untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh bank syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan aturan syariah yang telah difatwakan dan diatur oleh dewan syariah (GSIFI No. 2 paragraf 4). Sehingga dengan dilakukan shari’a review diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan dan diatur oleh dewan pengawas syariah.
Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan tanggung jawab manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah. Manajemen bank syariah bertanggung jawab untuk memberikan semua informasi yang berkaitan dengan kepatuhan syariah kepada dewan pengawas syariah (GSIFI No. 2 paragraf 5).
Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 2 dalam paragraf 7 menyebutkan tiga prosedur dalam pelaksanaan shari’a review yaitu planning review procedures, executing review procedure and review of working papers, dan documenting conclusions and report. Planning review procedures bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh atas operasi bank syariah yang meliputi produk, skala operasi, lokasi, kantor cabang, anak perusahaan dan divisi, serta bertujuan untuk memperoleh daftar semua fatwa, aturan, dan petunjuk yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syariah. Sedangkan executing review procedure and review of working papers bertujuan untuk menemukan temuan audit dengan melakukan serangkaian pengujian atas transaksi dan dokumen serta mendokumentasikan semua prosedur audit yang telah dilakukan selama pemeriksaan. Hasil shari’a review adalah berupa kesimpulan dari dewan pengawas syariah atas kepatuhan bank syariah terhadap aturan dan prinsip-prinsip syariah. Kesimpulan tersebut dibuat dalam laporan dewan pengawas syariah yang akan disampaikan dalam rapat umum pemegang saham bank syariah. Laporan hasil shari’a review tersebut juga harus diterbitkan bersamaan dengan penerbitan laporan keuangan pihak manajemen bank syariah kepada masyarakat (GSIFI No.2 paragraf 13).
Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing. Untuk aktivitas shari'a review ex ante auditing antara lain :
1. menetapkan standar kepatuhan syariah
2. menetapkan sistem dan prosedur operasional
3. mereview kebijakan dan keputusan manajemen
4. menetapkan produk bank.
Sedangkan aktivitas shari'a review ex post auditing yang dilaksanakn DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain :
1. menentukan indikator kepatuhan syariah
2. menentukan lingkup pengawasan syariah
3. merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah
4. menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen
5. tindak lanjut atas temuan syariah
6. melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah

E. OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI DPS

Peran vital dewan pengawas syariah di Indonesia, dalam praktik di lapangan saat ini, belum optimal. Ada beberapa faktor utama penyebab peran dan fungsi dewan pengawas syariah belum optimal di Indonesia antara lain :
1. lemahnya status hukum hasil penilaian kepatuhan syariah oleh DPS akibat ketidakefektifan dan ketidakefesienan mekanisme pengawasan syariah dalam perbankan syariah di Indonesia saat ini
2. terbatasnya ketrampilan sumberdaya DPS dalam masalah audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis
3. belum adanya mekanisme dan struktur kerja yang efektif dari DPS dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal syariah dalam bank syariah
Akibat dari ketiga faktor tersebut menjadikan peran supervisi dari DPS dalam pengawasan syariah di bank syariah termaginalkan. Sehingga peran DPS di Indonesia pada saat ini lebih banyak berperan sebagai penasehat syariah bagi manajemen, alat komunikasi dan marketing bagi bank syariah, dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi pengawasan terhadap proses operasional yang merupakan aktivitas shari'a review ex post auditing jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh DPS, karena aktivitas shari'a review terfokus pada aktivitas ex ante auditing.
Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan peran dewan pengawas syariah dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung dewan pengawas syariah berupa staf yang memadai untuk membantu DPS melaksanakan tugas-tugas pengawasan (Yaya, 2004). Accounting and Audting Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) No. 1 tentang Shari’a Supervisory Board : Appoitment, Composition and Report, paragraf 7, menyatakan bahwa dewan pengawas syariah dapat mencari jasa konsultan yang ahli dalam bisnis, ekonomi, hukum, akuntansi dan lainnya. Dewan pengawas syariah dalam melakukan tugas pengawasan dan sharia review terhadap bank syariah berdasarkan GSIFI No. 1 tersebut dapat menggunakan jasa internal auditor yang ada dalam sistem pengawasan bank syariah, yaitu dengan memperluas ruang lingkup dan tugas departemen internal audit dengan memasukkan aspek syariah. Internal auditor akan melakukan internal shari’a review berdasarkan panduan dewan pengawas syariah dan melaporkan temuan-temuan selama internal shari’a review kepada dewan pengawas syariah.

F. PENUTUP

Kredibilitas suatu bank syariah sangat ditentukan oleh tingkat kredibilitas DPS dalam masalah kinerja, independensi, dan kompetensi. Sehingga peran dan fungsi DPS harus dioptimalkan dalam pengawasan internal syariah untuk membangun jaminan kepatuhan syariah bagi seluruh stakeholder bank syariah di Indonesia. Langkah optimaslisasi peran dan fungsi DPS dalam pengawasan internal syariah adalah dengan memperbaiki lingkungan eksternal dan internal DPS. Perbaikan lingkungan eksternal DPS menjadi tanggungjawab utama BI sebagai regulator yaitu menciptakan mekanisme pengawasan syariah yang efektif dan efesien sehingga terbentuk perbankan syariah Indonesia yang sehat, efesien, dan sesuai syariah. Sedangkan tanggung jawab perbaikan lingkungan internal DPS menjadi tanggung jawab DPS dan manajemen bank syariah untuk menciptakan sistem jaminan kepatuhan syariah yang efesien dan efektif untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.

3 comments:

Anonymous said...

emang berapa ya gaji DPS apa sama dengan gaji Dewan direksi?

Amien STAIN.PO said...

Saya sangat tertarik dengan pemikiran saudara tentang perlunya pemberdayaan DPS. Fenomena yang ada, DPS lembaga keuangan syariah pada umumnya, khususnya kelas BPR dan BMT masih jauh dari tuntutan kerja DPS. saya sangat antusian jika kita bersatu untuk memberdayakan mereka. anda tertaik dengan ide ini hubungi saya di amienwahyudi@yahoo.com atau di amien_stainpo@yahoo.com

almia said...

artikel ini sangat membantu saya dalam penyelesaian TA (tugas akhir), tapi saya kesulitan menemukan sumber referensi dari artikel ini... saya mengharap sekali bantuannya...